Kamis, 21 Maret 2013
Hukum Adat Diakui, Say Goodbye Hukum Kolonial Belanda!
68 Tahun Indonesia merdeka ternyata masih menggunakan hukum warisan kolonial Belanda, salah satunya KUHP. Nah, dalam RUU KUHAP yang kini di tangan DPR, semangat hukum Belanda itu akan ditendang jauh-jauh.
Semangat hukum pidana kolonial Belanda tercermin dalam Pasal 1 KUHP yang mengakui hukum adalah yang tertulis dalam UU atau yang dikenal asas legalitas formil.
Nah, dalam RUU KUHP ini akan ditambah dengan asas legalitas materil. Yaitu meski dalam UU tidak dilarang tetapi sebuah masyarakat memandang hal tersebut sebagai perbuatan pidana, maka orang tersebut dapat dipidana.
“Hal ini tidak didapati di Belanda atau Amerika Serikat. Tidak perlu kita studi banding jauh-jauh ke sana karena Indonesia memiliki hukum sendiri,” kata ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Mudzakir saat berbincang dengan detikcom, Rabu (20/3/2013).
Hal tersebut tertuang dalam Rancangan KUHP pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 756 ayat 1 Rancangan KUHP tersebut ditegaskan setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang tidak tertulis dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana adalah tindak pidana.
“Buat apa kita merdeka kalau kita masih menggunakan dan merujuk hukum Belanda. Apa artinya kita mencaci maki kolonial jika masih menggunakan hukum Belanda. Secara doktrin pidana, asas legalitas materiil ini akan mengubah total semangat hukum pidana,” ujar Mudzakir.
Hukum adat akan saling mengisi dengan hukum negara secara harmonis. Keduanya akan saling melengkapi. Sebagai contoh pembunuhan tetap pembunuhan. Tetapi jika ada hukum adat yang berlaku di suatu tempat, maka hakim harus menjadikan semangat hukum adat dalam membuat putusan tersebut.
“Jika ada perbuatan yang dianggap melukai perasaan masyarakat tetapi tidak diatur oleh UU, maka berlaku pasal ini,” tandas Mudzakir.
KUHP dibuat pada 1830 oleh penjajah Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini.
sumber:detiknews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar